Jumat, 13 November 2015

SUMPAH ITU SAMPAH

SUMPAH ITU SAMPAH
Oleh : Effendy Ar@w
 
Semalam, penulis berjalan-jalan di salah satu sudut kota dengan slogan "Mapaccing Toda" yang senafas dengan slogan "Tidak Rantasa". Sembari menikmati udara yang cukup segar setelah kota ini di guyur hujan di awal bulan November. Chieile "November Rain" hahaha. 

Seperti biasanya mata saya binal, suka lirik sana dan lirik sini. Tak hanya mengamati ABG yang berbadan semok, bercelana pendek ketat kira-kira sejengkal di atas lutut, tentu dengan penampakan bekas luka yang menghitam. Memanjakan memang, hanya saja pandangan saya tiba-tiba membelakak ketika melihat tupukan sampah berserakan karena tempat sampah yang tersedia telah full.

Sebenarnya bukan soal sampah itu yang menjadi fokus utama saya, tetapi lokasinya itu lho... ya lokasinya tepat di depan pagar salah satu sekolah agama/madrasah di poros balandai. Anda bayangkan masyarakat harus menumpuk sampah di depan sekolah Agama (Gila kan...). Entahlah pengelola sekolah itukah yang gila karena tak komplain. Masyarakatkah yang gila karena rela menumpuk sampah di depan sekolah agama yang merupakan laboratorium utama pencetak ulama..? Atau Pemerintah (Dinas Kebersihan) yang gila karena telah membuat bak penampungan di lokasi itu...? Ataukah ajaran Agama telah gila sehingga layak untuk di lecehkan dengan sampah..? Bisa jadi saya saja yang gila karena asal nulis...? Yang kemungkinan akan justifikasi sebagai penulis tak beretika dan tak sopan santun. Meskipun pembiaran membuang sampah di sekitaran sekolah adalah pembunuh etika dan moral serta kesopanan sekaligus.

Sampah merupakan material sisa baik dari hewan, manusia, maupun tumbuhan yang tidak terpakai lagi dan dilepaskan ke alam dalam bentuk padatan, cair ataupun gas. Apakah kita pernah menyadari bahwa sesungguhnya sesuatu yang dianggap sampah itu tidak pernah terbuang dalam pengertian yang sesungguhnya..? Ini artinya bahwa sampah sebenarnya masih disekitar kita, hanya berpindah tempat saja, misalnya ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir), kecuali sampah yang dapat diurai oleh lingkungan.

Permasalahan sampah di Indonesia masih menjadi hal yang akan terus terjadi. Di beberapa kota besar, gerakkan untuk lebih peduli menjaga kebersihan sudah mulai sering dilakukan. Pemerintah kota Jakarta misalnya, mulai membangun beberapa tempat sampah di setiap sudut jalan, dan membuat tempat khusus untuk sampah organik dan sampah non-organik. Meskipun hari ini marak menjadi perbincangan, bahkan berhasil mengadu duo putra belitong antara Ahok dan Yusril Izha Mahendra yang keduanya kandidat president kedepan. Sungguh menarik bukan persoalan sampah itu.
Tekad untuk membuat Indonesia menjadi bersih sudah dilakukan dengan melakukan gerakan Indonesia bersih pada tahun 2020 yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Pemerintah aktif mengajak masyarakat untuk mengurangi jumlah sampah dengan kegiatan Reduce, Reuse dan Recycle (3R). Reduce adalah mengurangi sampah dari bahan plastik seperti botol minuman. Reuse yaitu menggunakan kembali barang bekas seperti kaleng bekas makanan atau minuman untuk dibuat menjadi beberapa peralatan seperti celengan, atau tempat alat tulis. Sementara Recycle yaitu mendaur ulang sampah, seperti membuat kerajinan tangan dari sampah plastik atau barang bekas yang tidak terpakai. Kegiatan ini lebih efektif dari pada tidak memberdayakan sampah atau membuang sampah sembarangan karena dapat menganggu kesehatan.

Selain itu ada alternatif lain yang bisa Anda lakukan untuk mengelola sampah dengan baik, yaitu: Membuang sampah pada tempatnya di mana pun Anda berada. Jika Anda tidak menemukan tempat sampah, simpan dulu sampah di dalam tas Anda, dan buang pada tempatnya bila sudah menemukan tempat sampah. Kurangi penggunaan plastik yang berlebihan karena dapat merusak lingkungan dan merusak kesehatan dalam waktu jangka panjang. Atau memisahkan tempat sampah organik maupun non organik.

Sekarang, saatnya membuat satu resolusi baru yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat Indonesia. Menuju Indonesia sehat, sekarang kita mulai peduli lingkungan kelola sampah dengan baik. Kurangi pula aktifitas mendaki gunung, dan berselfie dengan menulis di atas kertas semisal "Joness Kapan Kesini...?" Sembari memajang di media-media soaial. Kasihan kan gunung itu kotor karena oknum tak bertanggung jawab. Padahal, dalam melakukan pendakian, yang harus selalu diingat adalah: “Jangan ambil apapun kecuali foto, dan jangan tinggalkan apapun kecuali jejak dan kenangan manis”. Lha ini yang ditinggalin malah sampah..?
 
Semoga saja saya, anda, juga mereka lagi membuang sampah di depan madrasah dan tak tergolong sampah masyarakat. “Sampah masyarakat" itu bukan orang-orang yang dijalanan, bukan juga yang tuna susila, apalagi mahasiswa tidak jelas kapan lulusnya. Tetapi, sampah masyarakat itu ya para koruptror itu. Jadi wakil rakyak korupsi, jadi pengacara korupsi, jadi hakim korpusi, jadi apapun mereka tetap saja korupsi

0 komentar:

Posting Komentar