SUMPAH ITU SAMPAH
Oleh : Effendy Ar@w
Semalam, penulis berjalan-jalan di salah
satu sudut kota dengan slogan "Mapaccing Toda" yang senafas dengan
slogan "Tidak Rantasa". Sembari menikmati udara yang cukup segar setelah
kota ini di guyur hujan di awal bulan November. Chieile "November Rain"
hahaha.
Seperti biasanya mata saya binal, suka lirik sana dan
lirik sini. Tak hanya mengamati ABG yang berbadan semok, bercelana
pendek ketat kira-kira sejengkal di atas lutut, tentu dengan penampakan
bekas luka yang menghitam. Memanjakan memang, hanya saja pandangan saya
tiba-tiba membelakak ketika melihat tupukan sampah berserakan karena
tempat sampah yang tersedia telah full.
Sebenarnya bukan soal
sampah itu yang menjadi fokus utama saya, tetapi lokasinya itu lho...
ya lokasinya tepat di depan pagar salah satu sekolah agama/madrasah di
poros balandai. Anda bayangkan masyarakat harus menumpuk sampah di depan
sekolah Agama (Gila kan...). Entahlah pengelola sekolah itukah yang
gila karena tak komplain. Masyarakatkah yang gila karena rela menumpuk
sampah di depan sekolah agama yang merupakan laboratorium utama pencetak
ulama..? Atau Pemerintah (Dinas Kebersihan) yang gila karena telah
membuat bak penampungan di lokasi itu...? Ataukah ajaran Agama telah
gila sehingga layak untuk di lecehkan dengan sampah..? Bisa jadi saya
saja yang gila karena asal nulis...? Yang kemungkinan akan justifikasi
sebagai penulis tak beretika dan tak sopan santun. Meskipun pembiaran
membuang sampah di sekitaran sekolah adalah pembunuh etika dan moral
serta kesopanan sekaligus.
Sampah merupakan material sisa baik
dari hewan, manusia, maupun tumbuhan yang tidak terpakai lagi dan
dilepaskan ke alam dalam bentuk padatan, cair ataupun gas. Apakah kita
pernah menyadari bahwa sesungguhnya sesuatu yang dianggap sampah itu
tidak pernah terbuang dalam pengertian yang sesungguhnya..? Ini artinya
bahwa sampah sebenarnya masih disekitar kita, hanya berpindah tempat
saja, misalnya ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir), kecuali sampah yang
dapat diurai oleh lingkungan.
Permasalahan sampah di Indonesia
masih menjadi hal yang akan terus terjadi. Di beberapa kota besar,
gerakkan untuk lebih peduli menjaga kebersihan sudah mulai sering
dilakukan. Pemerintah kota Jakarta misalnya, mulai membangun beberapa
tempat sampah di setiap sudut jalan, dan membuat tempat khusus untuk
sampah organik dan sampah non-organik. Meskipun hari ini marak menjadi
perbincangan, bahkan berhasil mengadu duo putra belitong antara Ahok dan
Yusril Izha Mahendra yang keduanya kandidat president kedepan. Sungguh
menarik bukan persoalan sampah itu.
Tekad untuk membuat Indonesia
menjadi bersih sudah dilakukan dengan melakukan gerakan Indonesia
bersih pada tahun 2020 yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup.
Pemerintah aktif mengajak masyarakat untuk mengurangi jumlah sampah
dengan kegiatan Reduce, Reuse dan Recycle (3R). Reduce adalah mengurangi
sampah dari bahan plastik seperti botol minuman. Reuse yaitu
menggunakan kembali barang bekas seperti kaleng bekas makanan atau
minuman untuk dibuat menjadi beberapa peralatan seperti celengan, atau
tempat alat tulis. Sementara Recycle yaitu mendaur ulang sampah, seperti
membuat kerajinan tangan dari sampah plastik atau barang bekas yang
tidak terpakai. Kegiatan ini lebih efektif dari pada tidak memberdayakan
sampah atau membuang sampah sembarangan karena dapat menganggu
kesehatan.
Selain itu ada alternatif lain yang bisa Anda lakukan
untuk mengelola sampah dengan baik, yaitu: Membuang sampah pada
tempatnya di mana pun Anda berada. Jika Anda tidak menemukan tempat
sampah, simpan dulu sampah di dalam tas Anda, dan buang pada tempatnya
bila sudah menemukan tempat sampah. Kurangi penggunaan plastik yang
berlebihan karena dapat merusak lingkungan dan merusak kesehatan dalam
waktu jangka panjang. Atau memisahkan tempat sampah organik maupun non
organik.
Sekarang, saatnya membuat satu resolusi baru yang
bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat Indonesia. Menuju Indonesia
sehat, sekarang kita mulai peduli lingkungan kelola sampah dengan baik.
Kurangi pula aktifitas mendaki gunung, dan berselfie dengan menulis di
atas kertas semisal "Joness Kapan Kesini...?" Sembari memajang di
media-media soaial. Kasihan kan gunung itu kotor karena oknum tak
bertanggung jawab. Padahal, dalam melakukan pendakian, yang harus selalu
diingat adalah: “Jangan ambil apapun kecuali foto, dan jangan
tinggalkan apapun kecuali jejak dan kenangan manis”. Lha ini yang
ditinggalin malah sampah..?
Semoga saja saya, anda, juga mereka
lagi membuang sampah di depan madrasah dan tak tergolong sampah
masyarakat. “Sampah masyarakat" itu bukan orang-orang yang dijalanan,
bukan juga yang tuna susila, apalagi mahasiswa tidak jelas kapan
lulusnya. Tetapi, sampah masyarakat itu ya para koruptror itu. Jadi
wakil rakyak korupsi, jadi pengacara korupsi, jadi hakim korpusi, jadi
apapun mereka tetap saja korupsi
0 komentar:
Posting Komentar