Sabtu, 10 September 2016

CERITA KAKEK DAN NENEK KU TENTANG PERAYAAN KEMERDEKAAN YANG TAK MERDEKA



Oleh : Angga Mayolus Linus

Selamat merayakan hari ulang tahun tanah beta tanah kelahiran nenek moyang juang kita ,yang ke 71 tahun lamanya yaa setarah dengan umur Kakek nenek ku yang tinggal sudut sudut kekayaan tanah kelahirannya, tetapi semangat mereka dalam merayakan kemerdekaan dan akan cinta terhadap tanah kelahirannya dengan simbol DARAH TULANG yang masih mereka pertahankan sampai 71 tahun lamanya . saya tidak mau kalah semangat dengan kulit kerucut mereka,Dengan tulisan inilah saya memaparkan semangat serta hadiah kemerdekaan saya terhadap hari kemerdekaan ini.
malam sehari sebelum hari kemerdekaan yang di tunggu oleh seluruh rakyat Indonesia pada 17 Agustus 1945 sampai sekarang 17 Agustus 2016 , dengan atap dan lantai yang sederhana serta bulan yang menerangi malam kami, Kakek dan nenek ku menceritakan bahwa (sambil menghembuskan asap tembakau yang ia bakar) kemerdekaan iyalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka (dengan seriusnya aku mendengarkan sambil memeluk guling buatan nenek ku) penjajahan di atas dunia harus di hapuskan karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan prikeadilan, kembali saya mengingat perkataan pembina upacara membacakan UUD 45 yang sudah di amandemen .
pada saat saya duduk di masa pendidikan selama 12 tahun lamanya , entah saya salah satu dari mereka yang memaknai tulisan yang di sampaikan kepada pembina upacara pada saat itu, dan cerminan bagi seluruh rakyat Indonesia, setiap kali hari perayaan kemerdekaan tiba bagi seluruh rakyat Indonesia merayakan dengan penuh semangat sebagian dari perayaan tersebut mulai dari pemerintahannya hingga masyarakatnya memaknai subtansi atau hanya menjadikan tempat bisnis oleh kelompok - kelompok elit ..saya rasa Kakek dan nenek ku lah yang lebih paham pada efek para elit negara itu.
mengingat proklamator kemerdekaan bung Karno dan bung Hatta dkk, yang meneriakkan dan memproklamasikan hari kemerdekaan itu dengan suara yang lantang dan penuh keyakinan bahwa kemerdekaan yang mereka sampaikan betul - betul merdekaan dari sebuah penjajahan, mengingat kembali perjuangan Sukarno dkk pada konstelasi global yang menerpa Nusantara dengan di tolaknya negara - negara komunis sosialis yang mau bekerja sama dengan indonesia dan pada saat itu Sukarno tarik diri membawa negara Indonesia keluar dari lingkaran Persatuan Bangsa Bangsa karena tidak lagi sesuai dengan pemikiran Sukarno serta konflik konflik di dalamnya,(baca demokrasi terpimpin dan hubungan indonesia-cina)

Tetapi pada saat Soekarno jatuh sakit dan surat kudeta yang di terimah dari calon pemimpin RI pada saat itu (salah satu boneka dari tangan tangan ajaib negara kapitalis) . Sebut saja Bapak pembangunan, Pada saat rezim orde baru bapak pembangunan melakukan kebijakan untuk kembali kerja sama terhadap negara negara barat dan masuk dalam lingkaran Persatuan Bangsa bangsa, Kakek dan nenek ku merasakan efek dari kebijakan tersebut, yaaa mungkin Kakek dan nenek ku adalah cerminan dari efek bapak pembangunan ini,mereka melarat, dibunuh, di tindas, di perkosa, dan tidak ada kemerdekaan yang mereka rasakan , mungkin Kakek dan nenek ku merasakan sampai sekarang hal tersebut .
Tanah beta yang kaya akan sumber daya alam tetapi hanya menjadi kepentingan pribadi para marsose marsose negara kapitalis. contoh kongkrit kecil pada suatu negara sedang berkembang dimana kapitalis bekerja sama dengan negara ,dan negara lah yang menjadi fasilitator pada distribusi negara kapitalis , kapitalis membuat mobil dan negara membuatkan jalan , salah satu contoh fenomenal yang menjadi eksistensi dari para elit elit negara, Di mana kemerdekaan itu dimana perikemanusiaan dan prikeadilan itu ?(dengan nada tenor yang di keluarkan oleh Kakek dan nenekku)

Jawabannya ada pada regenerasi sekarang,
 
Tepat jam 2 pagi ayam berkokok menandakan matahari tidak lama lagi terbit dan Kakek nenekku mulai kehabisan tembakau , saya pun mulai merapikan tempat tidur , dan mulai istirahat sambil nunggu perayaan kemerdekaan yang penuh semangat ini, tidak sabar ku menunggu sorak sorai masyarakat serta semangat mereka dalam menjamuh 17 Agustus.

sampai jumpah di semangat kemerdekaan di tahun berikutnya, MERDEKAA!

PASMINA DAN HEGEMONI BARAT


Oleh : Arifin Zainuddin Laila


Kekayaan sebuah negara bukan terletak pada sumber daya alam yang melimpah, melainkan pada kualitas sumber daya manusianya,cMelihat kutipan di atas timbul pertanyaan di benak penulis, apakah negara kita bisa bangkit dari keterbelakangan,,? Sedangkan kondisi yang terjadi di negri kita saat ini, pemimpin atau para pejabat negara hanya sibuk memperkaya diri, korupsi bukan lagi pemandangan yang langkah di negri ini, ditambah pemuda - pemudi kita, sebagai generasi pelanjut tongkat estafet kepemimpinan, juga di sibukkan dengan hal - hal yang tidak produktif ..Upppzzzzzzt,,,,



Kata para pemuda - pemudi kekinian Mending cari tau film terbaru korea daripada mikirin negara. Atau paling tidak bedah bukunya diganti dengan majalah yang membahas tentang seputar dunia fhasion, Siapa tau habis pasmina terbit lagi pasmono, lama - lama jadi komo, lalu berubah menjadi sibodoh Hehehehe..Pantas saja negara kita di juluki negara konsumen, Apasih yang tidak laku di negri kita, yang penting itu masih dalam kategori impor, sikatttt aja browwww ,,,, dari pada kita dijuluki ndeso,,,, Ahhhhaaaa,,,,kain kafan digunting, lalu di pasarkan melalui media aja laku di indonesia. Hohoho Maaf yah bagi parah hijabers....

Sadar tidak sadar mental kita telah di bentuk oleh pengaruh - pengaruh barat, yang tidak lain hanya rekayasa guna melancarkan produk mereka di pasaran, dan indonesia di yakini sebagai peluang dalam hal memasarkan produk - produk mereka. Mengapa demikian,,? Itu tidak lain karna Sebagian besar dari kita sangat mendewakan barat, yang tertanam dalam kesadaran kita adalah bukan lagi bangkit lalu kemudian bersaing dengan mereka melainkan bagaimana bisa mengikuti budaya luar. Dunia pertama dan dunia ketiga sengaja di ciptakan. Dunia ketiga di beri pengertian sbagai negara miskin dn terbelakang, sementara negara dunia pertama di beri label sebagai negara industri maju dan modern Pandangan tersebut tanpa kita sadari Telah menjadi dogma bagi bangsa kita

Padahal sejarah mencatat bahwa, jauh sebelum peradaban barat maju, ada sebuah peraban yang lebih dulu maju, yakni NUSANTARA,  Kalau pembaca nggak percaya, monggo jalan - jalan ke candi borobudur..!!! Kalau barat punya orang-orang cerdas,pemikr hebat seperti adam smith, karlmax, jauh sebelumnya kita juga punya karaeng patingaloang, colek puji dll. Hehehe...Di era saat ini, persaingan bukan lagi antar negara, maupun antar kelompok, melainkan antar individu, mengingat produk kebijakan ekonomi dunia,, yang kita kenal dengan sebutan MEA, telah di berlakukan. Dan indonesia termasuk negara yang tergabung di dalamnya. maka pertanyaannya bagaimana kesiapan kita, melihat kondisi bangsa kita, terutama bagi sebagian besar pemuda - pemudi. 

Yang kita tau bahwa pemuda sebagai generasi penerus hanya disibukkan dengan hal - hal yang tidak produktif,,
Apakah negeri kita akan terus jadi negeri konsumtif, bukan sebagai negeri yang produktif,, Olehnya itu sebagai konsekwensi perubahan zaman kita di tuntut untuk menjadi manusia yang produktif, demi untuk mempertahankan kedudukan di tengah - tengah persaingan yang makin kompetitif. malam semakin larut dan rasa ngantukpun tak bisa tertahankan lagi, di tambah besok penulis kuliahnya pagi.Jadi penulis akhiri tulisan dengan sebuah kutipan "Bunuhlah waktumu dengan aktivasi produktif dan progresif, jangan engkau terbunuh waktu karena aktivitas yg mengasingkan rasionalitas"

MAHASISWA PROGRESIF ?


Oleh : Masyudi Martani Padang.

Pertama-tama, mari kita tundukkan kepala kita sejenak, mari merefleksikan diri serta merenungi kita ini sebenarnya golongan yang mana ? dan gerakan kita untuk apa serta bagaimana ?

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa mahasiswa merupakan manusia-manusia yang memiliki eksistensi yang sangat sakral didalam perubahan bangsa. bagaimana tidak, kehadiran bangsa ini dipelopori oleh beberapa mahasiswa yang dulu disebut "pemuda". yang bersekolah di STOVIA, hadirnya organisasi Budi Oetomo 20 mei 1908 yang didirikan oleh dr. sutomo dkk merupakan cikal bakal pemuda waktu itu terlibat dalam percaturan politik-ekonomi dan sosial bangsa ini serta diperingati sebagai Hari Kebangkita Nasional. dan dipertegas pula sikap pemuda waktu itu melalui kongres ke II pemuda dan mengeluarkan deklarasi "SUMPAH PEMUDA" pada tahun 28 oktober 1928. hingga peristiwa 1998 yang masih hangat didalam hati serta jiwa para mahasiswa saat ini.

Lalu pertanyaannya adalah masihkah mahasiswa Seprogresif dulu ? 

Realitanya dapat kita lihat bahwa adanya kemunduran mahasiswa saat ini, selain permasalahan tingkat kampus yang harus diselesaikan oleh mahasiswa sebagai penyelesaian studynya serta penekanan-penekanan yang dilakukan oleh beberapa oknum perguruan tinggi, contohnya tugas yang terlalu banyak sehingga menyebabkan mahasiswa menjadi seorang copy paste agar tugas-tugasnya cepat selelai. selain itu, penekanan bagi mereka yang mendapat Beasiswa pun juga diitimidasi oleh oknum-oknum kampus, pelarangan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan lembaga mahasiswa pun turut menyumbangkan kemunduran gerak dan pemikiran mahasiswa.

Bagaimanakah Mahasiswa Progresif itu ? 

Orang dapat dikatakan progresif ketika menyadari persoalan yang dihadapinya merupakan sesuatu yang melekat pada sistem yang ada (Status quo) "Muhammad Al-Fayyadl". Seorang yang dikonotasikan progresif selalu menyiapkan kemungkinan bagi lahirnya kebaruan, sehingga bersama-sama unsur yang terkait dia bekerja keras mendorong perubahan itu dari segala arah, yang pada gilirannya mendorong transisi dari sistem lama kekondisi dan situasi yang baru terjadi dengan tuntas dan mencapai impian serta cita-citanya. Angkatan 98' contohnya ketika berhadap-hadapan dengan Rezim Totaliter-otoriter Orde Baru, yang berpandangan bahwa Soeharto tidak dapat lagi menjalankan sistem pemerintahan maka dari itu perlu diakhiri untuk menyelamatkan Negara dari kehancuran. Mereke (angkatan 98') bersama-sama elemen lainnya menjadi pelatuk bagi tuntutan pembaharuan sistem secara menyeleruh atau biasa kita dengar dengan kata "REFORMASI". begitupula kalau kita melihat perjuangan angkatan-angkatan sebelumnya 45', 66', 74', hal progresif yang dilakukan mahasiswa angkatan tersebut adalah mampu melengserkan rezim-rezim dzolim dimasanya.

Yang perlu pula dicermati saat ini adalah perubahan arus dunia yang disebut dengan Era Globalisasi, saat ini kita telah dihimpit oleh dua Ideologi besar yaitu LIberalisme dan Fudamentalisme. Liberalisme adalah Ideologi pasar bebas yang dimana semangatnya adalah privatisasi dalam segala aspek kehidupan. Pada konteks politik misalkan ia mengajarkan paham tentang negara yang terbuka kepada mekanisme pasar bahkan menunddukan negara terhadap permintaan pasar, sehingga Sumber Daya Negara dapat diperjual belikan terlepas dari kepentingan negara bersangkutan. dalam dunia pendidikan pun tidak lepas dari proses Liberalisasi, Dunia pendidikan dalam era ini dijadikan sebagai Komoditas-komoditas atau perusahaan yang mencetak tenaga-tenaga ahli untuk siap memasuki pasar bebas, sehingga menyebabkan dunia pendidikan menjadikan Siswa-Mahasiswanya sebagai Objek dan bukan Subjek dari pengajaran yang ada, menjadikan manusia yang menempah ilmu jauh dari rasa Humanisnya, mungkin perlu kita lihat kembali pernyataan Paulo Friere yang mengatakan bahwa Dunia Pendidikan Melanggengkan apa yang ia sebut adalah Proses Dehumanisasi, Masyarakat secara Dogmatik dan Indoktinisasi menerima kebenaran atau ajaran secara Mutlak tanpa ada proses atau mekanisme untuk memahami makna sebab-musabab dari setiap ajaran yang ia pelajari. proses ini Paulo Freire katakan Sistem Pendidikan ala Gaya BANK. 

Dalam Dunia Agama, Liberalisme mendorong individualisme agama, menjadikan agama urusan pribadi yang lepas dari hubungan sosialnya, memangkas agama dari kaitannya dengan persoalan-persoalan stuktural masyarakat. banyak orang beranggapan bahwa Fudamentalisme hadir sebagai Reaksi atas Liberalisme, Lalu, Pertanyaan adalah bagaimana kita akan mencapai kebenaran ketika pikiran telah berpandangan Fudamentalis Mengajarkan Dogmatisasi dalam beragama, mendorong umat untuk kembali kepada ortodoksi agama secara kaku dan sempit. mengajarkan agama dengan jalan pemaksaan dan indoktrinisasi sehingga pada dasarnya bersifat Anti-Sosial dan Eksklusif. menundukkan masyarakat dengan kepatuhan ekepada satu otoritas tunggal, sehingga tidak memberi keluluasaan kepada masyarakat untuk membangun ijtihadnya secara kolektif ?

Lebih dari satu dekade berjalanannya Reformasi, kita menyaksikan pertarungan dua Ideologi ini, semakin tampak bahwa pertarungan keduanya berkutat pada kesibukan untuk memperdebatkan kebenaran agama, tanpa peduli apakah hal itu berdampak baik bagi masyarakat ataupun tidak. Pertarungan dua Ideologi ini sangat berpengaruh menambah keruyaman Sosial-politik-ekonomi yang terjadi dinegara saat ini. Lalu kemanakah Peran mahasiswa saat ini ketika Negara berhadapan dengan dua pertarungan Ideologi tersebut ? saat tulisan ini ditulis disalah satu media mengatakan bahwa sekitar 14 presiden BEM mendukung salah satu calon di PILKADA DKI DJAKARTA, yang seharusnya BEM merupakan wadah Mahasiswa ditingkat kampus harus Netral dalam bersikap tidak ikut mencampuri urusan perpolitikan apalagi sampai mendukung salah satu calon secara vulgar.

BEM, SENAT serta HIMPUNAN misalkan ditingkat kampus merupakan salah satu unsur peningkatan kualitas kampus tentu memiliki hak untuk terlibat dalam pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan di kampus. Hak yang dimaksud bukan hanya dimaknai bahwa mahasiswa berhak mendapatkan pendidikan yang layak dengan ruangan belajar yang nyaman, wc yang tidak tersumbat, atau perpustakaan yang penuh dengan referensi yang menyegarkan. Tapi, mahasiswa juga berhak untuk terlibat dalam merumuskan kebijakan yang mendukung dalam peningkatan kualitas intelektual, serta terlibat dalam mentransformasikan dan memperbarui sistem pendidikan yang diterapkan agar sesuai dengan konteks zaman. Singkatnya, mahasiswa sebagai bagian dari kampus menjadi pelaku aktif dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan yang mencerahkan dan mencerdaskan. Menurut David Harvey yang menjelaskan tentang hak atas kota yang sudah diracuni oleh perkembangan kapitalisme-liberal. Hak atas kampus merupakan upaya merebut kontrol atas kampus sebagai upaya perjuangan kelas yang revolusioner. Pembangunan gerakan sosial yang progresif, massif, terorganisir, dan tersistematis menjadi sangat penting untuk merebut kembali hak atas kampus. Perspektif ini memberikan pandangan baru bahwa pengambil kebijakan tertinggi di kampus adalah semua unsur itu sendiri, termasuk di dalamnya mahasiswa, yang dengan aktif berpartisipasi secara kolektif. Dengan demikian, usaha merebut hak atas kampus merupakan bagian dari perjuangan kelas yang revolusioner, yang harus dibangun oleh gerakan mahasiswa.

Lalu, itukah yang dimaksud Sebagai Mahasiswa Progresif ?
Wallahuwalam Bisshawab.

Salam Mahasiswa !!!
Palopo, 11 September 2016




Senin, 05 September 2016

SEKAPUR SIRIH : KEDAULATAN


Oleh : Masyudi Martani Padang

Kita sering mendengar kata "Kedaulatan", Berdaulat ataupun Kedaulatan Berada ditangan Rakyat. Menurut Penafsiran Kamus Besar Bahasa Indonesia Berdaulat diartikan "Mempunyai Kekuasaan tertinggi atas suatu pemerintahaan negara dan daerah". Maka apabila kita mengucap kata Kedaulatan Rakyat maka kita sampai kepada pengertian bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara ada berada Rakyatnya. Namun apabila kita telisik lebih dalam kedaulatan merupakan konsepsi yang abstrak tetapi menjadi faktor yang sangat penting dalam tata kelola sebuah sistem bernegara, dan kedaulatan menjadi suatu paradoks, disatu sisi kita sebagai sebuah negara-bangsa tak mungkin menjadi benar-benar berdaulat akan tetapi disisi lain ada kerinduan yang mendalam untuk menjadi benar-benar berdaulat.
Saya pernah membaca di salah satu media Sosial (FB), yang menguraikan pemikiran Jean Boudin (Bapak Kedaulatan Modern). dalam wall tersebut dijelaskan bahwa Boudin mengabstraksikan imajinasi panjang tentang masa depan sebuah negara tetapi realitas yang kemudian muncul adalah kedaulatan hanya berada dalam kerangka Teoritis belum menjadi hal yang bersifat praksis. apabila kita mengiring kedalam kontek indonesia, kedaulatan minimal memenuhi syarat sesuai dengan syarat terbentuknya suatu negara (ada rakyat, wilayah, kedaulatan dan pengakuan dari negara lain).
Dari Aspek sejarah sendiri bisa kita lihat bahwa Kedaulatan selalu menjadi wilayah perebutan, indonesia sendiri mengalami problem yang kompleksitas, menjadi negara pinggiran yang khas secara sosio-kultur dan juga relegius, memiliki warisan kultural serta menjadi pertemuan perdaban besar dunia. pada sisi lebih yang kecil, kedaulatan menjadi sangat ironi karena dengan mencapai kedaulatan itu negara Rela "menyakiti" negaranya sendiri, negara selalu memaksakan kehendaknya dengan janji kemakmuran dan kesejahteraan rakyat namun malah bertindak sebaliknya.
Sejarah mencatat dalam mencapai kedaulatan dalam indonesia bisa kita lihat ketika para pemuda pada pra-kemerdekaan yang mampu merebut kedaulatan dari para penjajah dan menjadi klimaksanya ketika dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945. romansa itu mungkin saat ini hanya menjadi romantisme sejarah dan satu hal yang tentunya kita tidak ingingkan adalah membiarkan naskah dan peninggalan sejarah itu hanya menjadi artefak bisu atau menjalani realitas tanpa makna.
ketika keran Kesegaran angin demokrasi terbuka sejak 1998 ditandai dengan runtuhnya OrdeBaru yang otoriter-totaliter, ternyata tidak menjadi habitus elit indonesia sebagai pembelajaran, justru hal tersebut melahirkan pertanyaan apakah kita benar-benar berdaulat saat ini ? ataukah kita akan terus berjuang ditengah situasi internal saat ini yang masih belum selesai katakanlah dibidang ekonomi masih berjamurnya kemiskinan dan pengangguran, bidang budaya adanya Krisis identitas yang masih berlangsung, disistem pemerintahaan maraknya praktek KKN, ancaman disintregrasi dan keamanan dalam masyarakat, belum lagi permasalahan eksternal hegemoni globalisasi dan ekspansi pasar bebas.
KH.Abdurrahman Wahid berpendapat dalam tulisannya "Masa Depan Demokrasi Indonesia" yang menegaskan konsistensi akan aturan termasuk pengaturan lembaga pemerintahan yang beriorentasi pada pembagian tanggung jawab untuk kolektifitas kebangsaan, meneguhkan kearifan lokal yaitu musyawarah dan mufakat. ini adalah manifestasi dari keinginan bersama untuk memecahkan problematika bangsa secara bersama-sama, dan ini pula arti spirit Gotong Royong yang sering di lontarkan oleh Bung Karno. poin ini pun telah ada di sila ke 4 pancasila.
Melihat pada sisi kearifan lokal, indonesia sendiri dikenal dengan kesantunan budaya timur, hal ini menjadi bermakna apabila dimanifestasikan dalam tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara, politiknya adalah politik hati nurani namun memiliki ketegasan, sehingga kedaulatan akan menjadi kemerdekaan yang sesungguh-sungguhnya serta menjadikan kedaulatan bermakna filosofis yang mesti diyakini sebagai iktiyar kesejahteraan rakyat, dikarenakan subtansi kedaulatan adalah kesejahteraan itu sendiri dan hal ini merupakan maklumat secara tegas dalam pembukaan UUD 1945 yaitu merdeka, berdaulat, adil dan Makmur.
Wallahuwalam bissawab.

Senin, 02 Mei 2016

SEKEDAR PENDAPAT TENTANG DUNIA PENDIDIKAN





Oleh : Masyudi Martani Padang

"Katamu Pendidikan Adalah Aset Bangsa. Namun, Bagiku Pendidikan Bukan Hanya Sampai Dipendefisian Kata. Cukup, Jangan Jadikan Dunia Pendidikan Sebagai Komoditas Jasa yang bagimu sangat Menguntungkan. Namun, Bagiku Adalah Pembodohan dan Penindasan" (B)


Diera yang semakin Canggih (Globalisasi) tiap Individu-individu Berlomba-lomba menyempurnakan Atribut-Atribut Pribadi dengan Nama, Pangkat-Jabatan dan Harta-Gelar. Kaum intelektual-Akademisi pun tidak mau kalah dengan yang lainnya, mereka melengkapi Nama Besar mereka dengan Gelar Akademisi sebagai tanda kedalaman ilmu yang ia dapat dari suatu perguruan tinggi, yah tidak apa-apa dikarenakan Gelar Akademisi Strata I pun juga semakin sulit mendapatkan Pekerjaan, terbukti dengan Banyaknya Strata I yang menganggur (Selain Kurangnya Pemenuhan Kebutuhan Strata I di bidang pekerjaan, Nampak juga Arus Persaingan yang meliputi). adapula yang melengkapi Nama Besarnya dengan Gelar Akademisi semata-semata untuk mengumpulkan Harta Sebanyak-Banyaknya demi kemapanan dan kenikmatan hidupnya.

Pemikiran Pragmatis yang telah berkembang diawali dengan Lahirnya ilmu-ilmu Berazaskan "Materialisme-Empirisme-Rasionalisme serta Positivisme" yang menjadi Azas ilmu pengetahuan Modern. Oleh karena ilmu pengetahuan menjadi alat utama dalam memperoleh kesuksesan material dalam hidup, kaum intelektual telah melepaskan diri dari tugas utama mereka sebagai anak-anak bangsa yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi kaum intelektual yang bertujuan mengendarai ilmu mereka dalam memperkaya diri sendiri. Filsafat pragmatisme lahir dengan definisi bahwa suatu tindakan yang dilakukan adalah benar jika hal itu bermanfaat atau menghasilkan sesuatu bagi manusia. Pragmatis bagaikan uang yang memiliki dua sisi seperti paham-paham yang lain, pragmatisme dapat melahirkan tatanan masyarakat yang begitu arogan, egois, narsis, dan mau menang sendiri karena pada dasarnya manusia cenderung memikirkan dirinya sendiri sebagai acuan dari banyak tindakannya. Apalagi Setiap Manusia Kodratinya Ingin Tauh-"Penasaran" (Aristoteles).

Secara Umum semua mengetahui bahwa pengkiblatan nilai-nilai dan tatanan masyarakat yang bercondong ke barat juga berdampak dalam ruang lingkup akademis. Upaya-upaya negara maju dalam mengendalikan masyarakat negara berkembang dengan merubah dan menseragamkan cara berfikir masyarakat telah berhasil dicapai dalam bidang pendidikan. penyeragaman Pemikiran dimulai dengan sejak Saat seorang Anak duduk dibangku Sekolah, dimana semua presepsi kebenaran mutlak ditanamkan Disiswa-siswa sejak Duduk dibangku Sekolah yang tidak diberikan kebebasan berfikir dan bertindak, suatu tatanan yang bersifat Doktrinisasi Keseragaman demi menghapus Independensi yang dimiliki generasi baru untuk selalu berkiblat ke Barat (untuk mencetak Ribuan Pekerja, Buruh dengan Upah murah). Kecendrungannya Dunia Pendidikan selalu dijadikan sebagai Komoditas dibidang Jasa yang sangat Menguntungkan, Selain Semaraknya Proyek Komersialisasi yang dilakukan Pihak Sekolah untuk memenuhi kebutuhan Elitisnya (contohnya, Semakin Tingginya Pembayaran Siswa disekolah-sekolah)

Pentingnya bagi para intelektual-intelektual negeri ini untuk lepas dari jeratan hegemoni barat khususnya dalam dunia pendidikan adalah demi menciptakan suatu sistem dan wacana-wacana yang lebih independen demi keselarasan kehidupan masyarakat negeri ini, yang tentu saja sesuai dengan kebutuhan dan kerakter tatanan sosial yang dapat melahirkan ilmu yang bermanfaat dan bukan ilmu tentang permasalahan-permasalahan abstrak yang coba diselesaikan oleh logika matematis, filsafat moral barat, psikologi masyarakat barat ataupun teori ekonomi barat, yang tidak selalu ditemukan dalam realita hidup para calon masyarakat negeri ini.

Selain itupula, Setiap Pergantian Tampuk kekuasaan dinantikan dengan kecemasan karena Setiap Mentri memiliki Formulasi Kurikulum yang berbeda-beda (lain pula dengan sarana dan Prasarana yang sangat memprihatinkan), tanpa disadari setiap perubahan sangat mempengaruhi Praksis Pendidikan tersebut, terbukti pernyataan Pemerintah bahwa Praksis Pendidikan sebagai bagian dari Pembangunan Bangsa hanya sekedar Slogan. Munculnya Prestasi-prestasi yang gemilang dari anak muda ditingkatan Internasional, menjamurnya Peneliti-peneliti muda, merupakan "Mutiara-mutiara" yang tampil ditengah Lumpur Praksis Pendidikan yang minus Visi. Apalagi kalau kita melihat salah satu alasan Berdirinya Bangsa dan negara indonesia adalah mencerdaskan Segala Bangsa. kurangnya Investasi dalam Bidang Pendidikan serta ketidakpedulian Pemerintah merupakan Kenyataan yang pahit dalam Dunia Pendidikan itu sendiri Ditengah dunia yang semakin Kompetitif, Masalah-Masalah Didunia Pendidikan haruslah menjadi Perhatian serius karena ini merupakan Pekerjaan Rumah yang besar dalam Menyelesaikan Masalah Kebodohan dan Kemisikinan Bangsa.

(Selamat Memperingati HARDIKNAS 02 Mei 2016)

Palopo, 30 April 2016 : 23.26

Sabtu, 09 April 2016

MILAD 14 FISIP UNANDA : REFLEKSI DIRI DAN KELEMBAGAAN




"Wacana yg diulang-ulang tanpa bergerak sedikitpun hanya akan mengasilkan sifat dan rasa Antipati serta inkonsistensi terhadap objek wacana" (B)

Oleh : Masyudi Martani Padang

Prawacana


Benar atau tidaknya, sadar atau tidaknya, ternyata selama ini segudang wacana hanya ada di mulut para pemberi wacana itu sendiri. Gerakan mahasiswa Fisip pada tahun 2000-an ternyata mendapat tempat keemasannya sendiri, Fisip unanda yg selama ini diceritakan di para generasi barunya hanyalah bersifat romantisme dalam gerak dan tingkah lakunya tanpa mengambil pelajaran dari sejarah tersebut.


Mahasiswa merupakan kaum terpelajar yang pada sejarahnya turut andil dalam perjuangan bangsa. Dicap sebagai kaum intelektual, menjadikan mahasiswa sebagai orang yang bertanggung jawab atas persoalan yang ada di masyarakat. Dibekali dengan pengetahuan akan wacana untuk menganalisis persoalan, mengharuskan mereka untuk mengaktualkannya pada ranah sosial untuk menciptakan perubahan.


Dalam dunia kemahasiswaan, biasa kita menjumpai perbincangan tentang kebiasaan-kebiasaan yang menjadi budaya di kalangan mahasiswa sebagai kaum intelektual. Kebiasaan yang dimaksud adalah kegiatan membaca, menulis dan berdiskusi. Budaya tersebut menjadi ciri khas bagi mahasiswa karena kesehariannya lebih banyak bergelut dengan suasana yang menunjang berkembangnya pengetahuan.


Diluar dari Budaya tersebut dalam posisi Gerakan Mahasiswa harusnya kita percaya bahwa sebuah organisasi atau kelembagaan (Baca : Kelembagaan mahasiswa intra Kampus) yang rapi dan massif harus mengandaikan terbentuknya faktor-faktor produksi, distribusi dan wilayah perebutan. Tanpa mengunakan logika ini maka gerakan akan selalu terjebak pada heroisme sesaat dan kemudian mati tanpa meninggalkan apa-apa selain kemasyuran dan kebanggaan diri belaka. Katakanlah kita sedang akan membangun sebuah gerakan maka dimana wilayah perebutan yang akan kita temui dan oleh karena itu apa yang harus kita produksi dan mengunakan jalur distribusi seperti apa agar produk-produk gerakan kita tidak disabotase di tengah jalan. Rangkaian produksi-distribusi-perebutan ini adalah sebuah mata rantai yang tidak boleh putus, karena putusnya sebuah mata rantai ini berati matinya gerakan atau setidak-tidaknya gerakan hanya akan menjadi tempat kader-kadernya heroisme-ria. Dan yang lebih penting bahwa gerakan semacam ini akan lebih mudah untuk di aborsi.


Yang pertama-tama perlu di kembangkan di Fisip Unanda (Baca : Senat Mahasiswa) adalah bahwa sejarah itu berjalan dengan masa lalu, bukan karena semata-mata masa lalu itu ada, tetapi karena masa lalu telah membentuk hari ini dan hari esok. Artinya capaian tertinggi dari sebuah organisasi Intra Kampus adalah ketika satu generasi telah berhasil mengantar generasi berikutnya menaiki tangga yang lebih tinggi dan memajukan organisasi serta Universitasnya.


BERCERMIN DARI MASA LALU


Diawal terbentuknya, Fisip unanda tahun 20 april 2002 (Baca : Senat Mahasiswa), diisi oleh kelompok yang dikategorikan pada saat itu sebagai kelompok pekerja (Baca : PNS, dllnya) bukan diisi oleh kelompok-Kelompok yang lulusan murni ditingkat SMA, pertanyaan yang biasa muncul mengapa di awal berdirinya di tahun 2002 fisip selalu menbawa perubahan dan kemajuan untuk Universitas yang menaunginya diisi oleh kelompok yang dikatakan tadi, sedangkan hari ini diisi oleh kelompok yang merupakan lulusan murni dari Tingkat SMA mengalami kemunduran yang signifikan ? polemik yang tengah terjadi diperjalanan fisip unanda itu sendiri telah mempengaruhi perkembangan Fisip (Baca : Senat Mahasiswa), tanpa menafikkan perubahan sosial, politik dan ekonomi pun yang telah terjadi dibangsa ini sangat mempengaruhi Gerakan Mahasiswa Diperguruan Tinggi dan swasta.


Setelah terjadinya perubahan dibangsa ini yang mengasilkan semangat reformasi pada tahun 1998-1999 sebagai jawaban atas kejenuhan warga dan masyarakat dari kungkungan pemerintahan yang otoriterarian dan totalitarian, semangat Reformasi ini tersebar luas diberbagai daerah dan pelosok-pelosok negeri tak terkecuali di perguruan tinggi dan swasta serta mahasiswa, Sebagai lembaga yang lahir di Era Reformasi Fisip Unanda pun tak mau kalah dengan lembaga-lembaga Kemahasiswaan intra kampus lainnya, dengan Program yang progresif terhadap Pengembangan Sumber daya Manusia ditunjukan sebagai manifestasi cinta almamater.


TANTANGAN MAHASISWA DIERA GLOBALISASI


Dalam dunia kemahasiswaan, biasa kita menjumpai perbincangan tentang kebiasaan-kebiasaan yang menjadi budaya di kalangan mahasiswa sebagai kaum intelektual. Kebiasaan yang dimaksud adalah kegiatan membaca, menulis dan berdiskusi. Budaya tersebut menjadi ciri khas bagi mahasiswa karena kesehariannya lebih banyak bergelut dengan suasana yang menunjang berkembangnya pengetahuan.


Dalam realitas dunia kemahasiswaan (Baca : SENAT MAHASISWA FISIP UNANDA), budaya membaca, menulis, dan berdiskusi kian menghilang seiring berkembangya zaman. Kini sangat susah ditemui mahasiswa yang membaca buku-buku pergerakan dan buku-buku yang lain. Apalagi mahasiswa yang mendiskusikan tentang segala persoalan yang terjadi disekitarnya (Baca : Kampus Dan masyarakat). Barangkali mahasiswa sekarang tidak mampu menjadi manajer bagi dirinya sendiri dalam hal mengatur kesibukannya, untuk meluangkan waktu membaca, menulis dan berdiskusi saja mereka tak mampu. faktor yang lain adalah kemalasan yang ,merambati kehidupan mahasiswa, Malas adalah penyakit manusia modern yang terlalu dimanjakan oleh teknologi. Dampaknya kemudian adalah menjadikan mahasiswa malas untuk melestarikan budaya intelektual tersebut.


Merosotnya budaya intelektual dikampus tentu berefek pada melemahnya gerakan-gerakan yang dibangun, serta penyusunan program-program yang progresif, untuk menghasilkan Output-Output yang mempuni untuk menghadapi tantangan Zaman, Kurangnya referensi dalam merumuskan strategi dan program kerja untuk mencapai tujuan Organanisasi menjadi penyakit di kalangan mahasiswa akhir-akhir ini. Analisis yang tumpul membuat mahasiswa hanya dipandang sebelah mata dan bukan lagi sebagai Kaum intelektualis ataupun agen perubahan, gambaran diatas merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapai oleh Mahasiswa di Era Globalisasi, apalagi kalau kita melihat Merosotnya Kelembagaan Seperti Senat Mahasiswa Fisip Unanda salah satunya disebabkan hilangnya budaya Diskusi, Menulis dan Membaca dikalangan mahasiswa Fisip Itu sendiri.

Tantangan yang terakhir adalah revitalisasi militansi dalam setiap jiwa mahasiswa. Organisasi mahasiswa bukanlah sebuah event organizer apalagi mengingat Fisip Unanda merupakan lembaga yang juga Mengkaderisasi mahasiswanya untuk menciptakan Manusia yang berintelektual, bertaqwa dan bertanggung jawab atas bangsa dan negara serta memajukan kampus yang menaunginya. Tidak perlu menjadi mahasiswapun kita mampu untuk menggalang dana, tidak perlu menjadi mahasiswapun kita mampu untuk merancang sebuah event besar. Tidak mengesampingkan manfaat dan pahala yang dilakukan dalam kegiatan sosial, namun ambigu rasanya ketika kita ingin menegaskan kepedulian sosial, terhadap masyarakat yang terkena bencana melalui penggalangan dana di jalan, namun ketika hak-hak masyarakat diinjak-injak oleh para penguasa, mahasiswa terdiam seribu bahasa.

Selain itu pula, Sikap pragmatisme dan hedonisme yang dilakukan oleh mahasiswa dewasa ini membuat diriya terjebak dalam ruang praktis tanpa berusahan keluar dari kondisi praktis seperti itu, andri wislawawan pernah menuliskan tentang Gerakan mahasiswa di era Kontemporer, ia mengatakan bahwa Jangankan berbicara tentang intelektualitas, membaca buku saja mungkin sangat jarang. Mahasiswa saat ini terlalu fokus terhadap pengetahuan, namun terlupa akan hal yang paling penting yaitu, ilmu untuk mengimplementasikan pengetahuan tersebut. Budaya intelektual sudah terganti dengan orientasi struktural, bahkan organisasi mahasiswa yang notabene adalah poros revolusi dan penggerak perubahan sosial, malah menjadi seperti sebuah event organizer dengan proposalnya. Jadilah gerakan mahasiswa saat ini semakin terkapar di tengah-tengah zaman yang terus berjalan. Oleh karena itu dituntut untuk meredefinisi ulang makna mahasiswa. Langkah yang paling konkrit yang harus diambil mahasiswa adalah profesional.


MILAD KE-14 SEBAGAI MOMENTUM REFLEKSI DIRI DAN KELEMBAGAAN


Sebentar lagi Senat mahasiswa Fisip unanda memperingati Milad yang Ke 14 thn semenjak berdirinya ditahun 2002, permasalahan-permasalahan Pokok yang telah terjabarkan diatas bisa menjadi sebagai bahan Refleksi Diri (Baca : Mahasiswa) dan Kelembagaan.
 
Kayaknya kita harus menengok apa yang dikatakan oleh Arnold Toynbee yang mempercayai perkembangan peradaban ditentukan oleh segelintir manusia kreatif. Manusia yang mampu merespon dengan baik tantangan perubahan lingkungan. Lalu diikuti oleh mayoritas sehingga mereka membawanya ke tingkat peradaban yang lebih tinggi. Ukuran minimalnya bisa dibaca dari kemajuan institusi pendidikan dan sains serta produk-produk yang disebabkan olehnya.

Kata Refleksi yang dusung penulis, bisa diartikan sebagai perwujudan untuk menggali kembali kemampuan dan pencapaian-pencapaian yang selama ini telah dilakukan oleh Senat Mahasiswa Fisip itu Sendiri untuk mempertegas dirinya sebagai lembaga yang mampu menciptkan dan mengasilkan Output-output yang mempuni dalam menjawab tantangan Zaman yang semakin kesini semakin Edan serta Mempertegas visi-misinya sebagai lembaga Kemahasiswaan.

Soe Hok Gie dalam tulisannya pernah berkata bahwa “di Indonesia, hanya ada dua pilihan. Yaitu menjadi idealis atau apatis”. Ketika mahasiswa saat ini memilih tunduk kepada penguasa, saat itu juga dia menjadi seorang apatis. Semakin mendekat ke kekuasaaan, malah akan mengaburkan antara kepentingan rakyat dan kepentingan pribadi. Dengan iming-iming beberapa lembar rupiah, gerakan mahasiswa bisa ditunggangi, sehingga dia ibarat singa yang ompong. Idealisme dan militansi adalah sepasang kaki kiri dan kanan yang tidak bisa berjalan sempurna jika salah satunya hilang. Maka untuk menghilangkan pragmatisme yang begitu akut menyerang gerakan mahasiswa, militansi dalam setiap jiwa pejuang mahasiswa harus terus dikobarkan, bagi mahasiswa tidak ada kata sempurna terhadap sebuah sistem, sistem tersebut harus terus dievaluasi dan diperbaiki secara terus menerus. Tidak ada lagi sowan cium tangan terhadap penguasa, seharusnya mereka yang tunduk kepada para mahasiswa yang merupakan pengusung suara rakyat. 

Sudah saatnya mahasiswa membunuh watak egoistik dan sektarianisme sebagai usaha mewujudkan nalar solidaritas. Sudah saatnya mahasiswa berbenah diri, merekonstruksi cara berfikir dan bertindak, memeras otak dengan pengetahuan akademis, menggerus pemikiran dengan pergulatan keilmuan, membentuk nalar kritis dengan objektif dan rasional. Sudah saatnya menjadi diri mahasiswa yang berwatak professional. Dan yang paling penting bisa memimpin dirinya sendiri untuk memimpin mahasiswa atau orang lain. Semoga Bermanfaat. JAYALAH FISIP UNANDA, JAYALAH UNTUK KITA SEMUA..

Kamis, 07 April 2016

KEPEMIMPINAN : BUKU DAN PERADABAN


Opini : Admin

Bung Karno sebagai peletak indonesia modern merupakan seorang yang bisa dkategorikan sebagai manusia Blibliophile (Baca : Pencinta Buku), Sehingga kemana pun ia pergi ia selalu membawa buku-bukunya, pengasingannya di dalam penjara Bengkulu pun hanya membawa buku untuk menemaninya didalam pengasingannya pada waktu itu. lain halnya Bung Karno, Bung Hatta pun berbuat demikian, didalam setiap perjalanannya ia mengikut sertakan buku-bukunya dengan jumlah koper yang banyak usai menyelesaikan studinya dibelanda, Mereka hidup dari berbagai buku walapun mereka jauh dari aktifitas Politik dan hingar-bingar pada saat itu namun mereka bisa memahami apa yang telah terjadi diluar sana.

Pleidoi Indonesia menguggat-Nya Bung Karno serta Indonesia Merdeka-Nya Bung Hatta yang menjadi karya besar yang ditulis didalam penjara yang mengispirasi terjadinya pergerakan rakyat serta benua lain dan membuat geger pemerintah Hndia-Belanda, mustahil tanpa ditopang oleh bacaan dari berbagai buku yang ia baca dalam penjara, lain halnya Bung Karno dan Bung Hatta, KH. Abdurrahman Wahid yang dibebaskan oleh ayahnya mendekati beberapa buku, buku perkulihan pun dilahapnya bahkan ia kuasai sedemikian rupa apa yang dijelaskan dan digambarkan oleh suatu buku tersebut. terlepas dari pembahasan dari beberapa tokoh diatas mungkin anda bukanlah orang yang beruntung menjadi seperti mereka, ayo kita identifikasi diri kita sejauh mana kita mencinta buku dikehidupan kita sehari ?

Keadilan alam terletak pada sifat mahluk hidup yang saling antagonistik. Saling bertentangan tapi juga dapat bergandengtangan. Sayangnya, ini seperti rantai makanan. Semakin ke atas semakin sedikit meski yang sedikit itu tidak berarti dapat dikatakan lebih baik. Dari sisi persentase, sebagian besar manusia tidak terlalu menggandrungi buku. Ada yang lebih asyik membaca alam daripada membaca teks. Ada yang lebih sibuk belajar dari pengalamannya sendiri, hanya membuka sedikit ruang dari pengetahuan dan pengalaman orang lain. Ada yang sangat terpaksa akibat tuntutan nilai dari sekolah dan kampus. Ada yang membaca sesuai feeling dan ketepatan momentum. Ada yang membaca seketemunya barang apa saja yang dia bisa baca karena ketidakmampuan finansial. Bahkan, ada juga yang sama sekali hanya mau membaca papan iklan, merk pakaian, atau lembar tagihan. Kesemuanya sah dan halal di jagat raya.
Sejalan dengan hal yang saya utarakan diatas seorang pemikir dunia Arnold J Toynbee yang mengatakan bahwa kemajuan suatu bangsa bisa dilihat dengan kehadiran Komunitas Kreatif yang akan menggerakan sejarah peradaban, maksudnya Manusia yang mampu merespon dengan baik tantangan perubahan lingkungan. Lalu diikuti oleh mayoritas sehingga mereka membawanya ke tingkat peradaban yang lebih tinggi. Ukuran minimalnya bisa dibaca dari kemajuan institusi pendidikan dan sains serta produk-produk yang disebabkan olehnya.
Peradaban hasil kombinasi dari mereka yang menjadi pecinta dan kurang cinta buku. Komposisinya selalu lebih dominan dilakukan oleh mereka yang mencintai buku. Pecinta buku mampu mencampurkan banyak ide dan mengaduknya dengan ide segarnya sendiri. Hasilnya, berbagai inovasi. Sementara yang kurang cinta, dibutuhkan sebagai followers. Meskipun ada di antaranya terdapat elite yang dibekali insting kecepatan dan ketepatan layaknya ayunan pedang di medan perang. sudah jelas berbeda dengan ramalan Karl Marx dalam manifesto Komunisnya yang menitikberatkan Kaum Proletar Sebagai penggerak Sejarah dan peradaban, berbeda pula dengan Pemikiran Adam Smith (Kakek pemikiran Kapitalisme-Leberalisme) yang lebih menitik beratkan Pasar Bebas sebagai Kemajuan Bangsa dan Peradaban.
Nampaknya Warisan membaca buku yang telah diperlihatkan oleh beberapa pemimpin bangsa ini bukan lagi merupakan hal yang mengasikan di kalangan kawula muda yang ingin menjadi pemimpin dibangsa ini, cukup hanya bermodalkan jaringan (Kenalan), dengan ditopang Kapital yang banyak yah bisa menjadi pemimpinlah, walaupun tanpa bisa membaca arah gerakan dunia saat in, ini pula sejalan dengan apa yang dikatakan oleh KH,Hasyim Wahid bahwa apapun yang terjadi di bangsa ini bukanlah hal yang natural terjadi namun merupakan Konspirasi dan Konstelasi yang telah terjadi di Global, Kalau kita cermati apa yang diramalkan oleh Toynbee bisa kita simpulkan bahwa pilihan kita menjadi minoritas atau ingin menjadi Mayoritas itu ada ditangan anda, mau mewarisi Gerakan Pemimpin dahulu yang menjadi manusia pencinta buku itu juga ada ditangan anda, namun beruntungkah anda bisa seperti demikian ?