"Wacana yg diulang-ulang tanpa bergerak sedikitpun hanya
akan mengasilkan sifat dan rasa Antipati serta inkonsistensi terhadap
objek wacana" (B)
Oleh : Masyudi Martani Padang
Prawacana
Benar atau tidaknya, sadar atau tidaknya, ternyata selama
ini segudang wacana hanya ada di mulut para pemberi wacana itu sendiri.
Gerakan mahasiswa Fisip pada tahun 2000-an ternyata mendapat tempat
keemasannya sendiri, Fisip unanda yg selama ini diceritakan di para
generasi barunya hanyalah bersifat romantisme dalam gerak dan tingkah
lakunya tanpa mengambil pelajaran dari sejarah tersebut.
Mahasiswa merupakan kaum terpelajar yang pada sejarahnya
turut andil dalam perjuangan bangsa. Dicap sebagai kaum intelektual,
menjadikan mahasiswa sebagai orang yang bertanggung jawab atas persoalan
yang ada di masyarakat. Dibekali dengan pengetahuan akan wacana untuk
menganalisis persoalan, mengharuskan mereka untuk mengaktualkannya pada
ranah sosial untuk menciptakan perubahan.
Dalam dunia kemahasiswaan, biasa kita menjumpai
perbincangan tentang kebiasaan-kebiasaan yang menjadi budaya di kalangan
mahasiswa sebagai kaum intelektual. Kebiasaan yang dimaksud adalah
kegiatan membaca, menulis dan berdiskusi. Budaya tersebut menjadi ciri
khas bagi mahasiswa karena kesehariannya lebih banyak bergelut dengan
suasana yang menunjang berkembangnya pengetahuan.
Diluar dari Budaya tersebut dalam posisi Gerakan Mahasiswa
harusnya kita percaya bahwa sebuah organisasi atau kelembagaan (Baca :
Kelembagaan mahasiswa intra Kampus) yang rapi dan massif harus
mengandaikan terbentuknya faktor-faktor produksi, distribusi dan wilayah
perebutan. Tanpa mengunakan logika ini maka gerakan akan selalu
terjebak pada heroisme sesaat dan kemudian mati tanpa meninggalkan
apa-apa selain kemasyuran dan kebanggaan diri belaka. Katakanlah kita
sedang akan membangun sebuah gerakan maka dimana wilayah perebutan yang
akan kita temui dan oleh karena itu apa yang harus kita produksi dan
mengunakan jalur distribusi seperti apa agar produk-produk gerakan kita
tidak disabotase di tengah jalan. Rangkaian
produksi-distribusi-perebutan ini adalah sebuah mata rantai yang tidak
boleh putus, karena putusnya sebuah mata rantai ini berati matinya
gerakan atau setidak-tidaknya gerakan hanya akan menjadi tempat
kader-kadernya heroisme-ria. Dan yang lebih penting bahwa gerakan
semacam ini akan lebih mudah untuk di aborsi.
Yang pertama-tama perlu di kembangkan di Fisip Unanda (Baca
: Senat Mahasiswa) adalah bahwa sejarah itu berjalan dengan masa lalu,
bukan karena semata-mata masa lalu itu ada, tetapi karena masa lalu
telah membentuk hari ini dan hari esok. Artinya capaian tertinggi dari
sebuah organisasi Intra Kampus adalah ketika satu generasi telah
berhasil mengantar generasi berikutnya menaiki tangga yang lebih tinggi
dan memajukan organisasi serta Universitasnya.
BERCERMIN DARI MASA LALU
Diawal terbentuknya, Fisip unanda tahun 20 april 2002 (Baca
: Senat Mahasiswa), diisi oleh kelompok yang dikategorikan pada saat
itu sebagai kelompok pekerja (Baca : PNS, dllnya) bukan diisi oleh
kelompok-Kelompok yang lulusan murni ditingkat SMA, pertanyaan yang
biasa muncul mengapa di awal berdirinya di tahun 2002 fisip selalu
menbawa perubahan dan kemajuan untuk Universitas yang menaunginya diisi
oleh kelompok yang dikatakan tadi, sedangkan hari ini diisi oleh
kelompok yang merupakan lulusan murni dari Tingkat SMA mengalami
kemunduran yang signifikan ? polemik yang tengah terjadi diperjalanan
fisip unanda itu sendiri telah mempengaruhi perkembangan Fisip (Baca :
Senat Mahasiswa), tanpa menafikkan perubahan sosial, politik dan ekonomi
pun yang telah terjadi dibangsa ini sangat mempengaruhi Gerakan
Mahasiswa Diperguruan Tinggi dan swasta.
Setelah terjadinya perubahan dibangsa ini yang mengasilkan
semangat reformasi pada tahun 1998-1999 sebagai jawaban atas kejenuhan
warga dan masyarakat dari kungkungan pemerintahan yang otoriterarian dan
totalitarian, semangat Reformasi ini tersebar luas diberbagai daerah
dan pelosok-pelosok negeri tak terkecuali di perguruan tinggi dan swasta
serta mahasiswa, Sebagai lembaga yang lahir di Era Reformasi Fisip
Unanda pun tak mau kalah dengan lembaga-lembaga Kemahasiswaan intra
kampus lainnya, dengan Program yang progresif terhadap Pengembangan
Sumber daya Manusia ditunjukan sebagai manifestasi cinta almamater.
TANTANGAN MAHASISWA DIERA GLOBALISASI
Dalam dunia kemahasiswaan, biasa kita menjumpai
perbincangan tentang kebiasaan-kebiasaan yang menjadi budaya di kalangan
mahasiswa sebagai kaum intelektual. Kebiasaan yang dimaksud adalah
kegiatan membaca, menulis dan berdiskusi. Budaya tersebut menjadi ciri
khas bagi mahasiswa karena kesehariannya lebih banyak bergelut dengan
suasana yang menunjang berkembangnya pengetahuan.
Dalam realitas dunia kemahasiswaan (Baca : SENAT MAHASISWA
FISIP UNANDA), budaya membaca, menulis, dan berdiskusi kian menghilang
seiring berkembangya zaman. Kini sangat susah ditemui mahasiswa yang
membaca buku-buku pergerakan dan buku-buku yang lain. Apalagi mahasiswa
yang mendiskusikan tentang segala persoalan yang terjadi disekitarnya
(Baca : Kampus Dan masyarakat). Barangkali mahasiswa sekarang tidak
mampu menjadi manajer bagi dirinya sendiri dalam hal mengatur
kesibukannya, untuk meluangkan waktu membaca, menulis dan berdiskusi
saja mereka tak mampu. faktor yang lain adalah kemalasan yang ,merambati
kehidupan mahasiswa, Malas adalah penyakit manusia modern yang terlalu
dimanjakan oleh teknologi. Dampaknya kemudian adalah menjadikan
mahasiswa malas untuk melestarikan budaya intelektual tersebut.
Merosotnya budaya intelektual dikampus tentu berefek pada
melemahnya gerakan-gerakan yang dibangun, serta penyusunan
program-program yang progresif, untuk menghasilkan Output-Output yang
mempuni untuk menghadapi tantangan Zaman, Kurangnya referensi dalam
merumuskan strategi dan program kerja untuk mencapai tujuan Organanisasi
menjadi penyakit di kalangan mahasiswa akhir-akhir ini. Analisis yang
tumpul membuat mahasiswa hanya dipandang sebelah mata dan bukan lagi
sebagai Kaum intelektualis ataupun agen perubahan, gambaran diatas
merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapai oleh Mahasiswa di
Era Globalisasi, apalagi kalau kita melihat Merosotnya Kelembagaan
Seperti Senat Mahasiswa Fisip Unanda salah satunya disebabkan hilangnya
budaya Diskusi, Menulis dan Membaca dikalangan mahasiswa Fisip Itu
sendiri.
Tantangan yang terakhir adalah revitalisasi militansi dalam setiap
jiwa mahasiswa. Organisasi
mahasiswa bukanlah sebuah event organizer apalagi mengingat Fisip
Unanda merupakan lembaga yang juga Mengkaderisasi mahasiswanya untuk
menciptakan Manusia yang berintelektual, bertaqwa dan bertanggung jawab
atas bangsa dan negara serta memajukan kampus yang menaunginya.
Tidak perlu menjadi mahasiswapun kita mampu untuk menggalang dana, tidak
perlu menjadi mahasiswapun kita mampu untuk merancang sebuah event
besar. Tidak mengesampingkan manfaat dan pahala yang dilakukan dalam
kegiatan sosial, namun ambigu rasanya ketika kita ingin menegaskan
kepedulian sosial, terhadap masyarakat yang terkena bencana melalui
penggalangan dana di jalan, namun ketika hak-hak masyarakat
diinjak-injak oleh para penguasa, mahasiswa terdiam seribu bahasa.
Selain itu pula, Sikap pragmatisme dan hedonisme yang dilakukan oleh mahasiswa dewasa ini membuat diriya terjebak dalam ruang praktis tanpa berusahan keluar dari kondisi praktis seperti itu, andri wislawawan pernah menuliskan tentang Gerakan mahasiswa di era Kontemporer, ia mengatakan bahwa Jangankan berbicara tentang intelektualitas, membaca buku saja mungkin
sangat jarang. Mahasiswa saat ini terlalu fokus terhadap pengetahuan,
namun terlupa akan hal yang paling penting yaitu, ilmu untuk
mengimplementasikan pengetahuan tersebut. Budaya intelektual sudah
terganti dengan orientasi struktural, bahkan organisasi mahasiswa yang
notabene adalah poros revolusi dan penggerak perubahan sosial, malah
menjadi seperti sebuah event organizer dengan proposalnya. Jadilah
gerakan mahasiswa saat ini semakin terkapar di tengah-tengah zaman yang
terus berjalan. Oleh karena itu dituntut untuk meredefinisi ulang makna mahasiswa.
Langkah yang paling konkrit yang harus diambil mahasiswa adalah
profesional.
MILAD KE-14 SEBAGAI MOMENTUM REFLEKSI DIRI DAN KELEMBAGAAN
Sebentar lagi Senat mahasiswa Fisip unanda memperingati
Milad yang Ke 14 thn semenjak berdirinya ditahun 2002,
permasalahan-permasalahan Pokok yang telah terjabarkan diatas bisa
menjadi sebagai bahan Refleksi Diri (Baca : Mahasiswa) dan Kelembagaan.
Kayaknya kita harus menengok apa yang dikatakan oleh Arnold Toynbee yang
mempercayai perkembangan peradaban ditentukan oleh segelintir manusia
kreatif. Manusia yang mampu merespon dengan baik tantangan perubahan
lingkungan. Lalu diikuti oleh mayoritas sehingga mereka membawanya ke
tingkat peradaban yang lebih tinggi. Ukuran minimalnya bisa dibaca dari
kemajuan institusi pendidikan dan sains serta produk-produk yang
disebabkan olehnya.
Kata Refleksi yang dusung penulis, bisa diartikan sebagai perwujudan untuk menggali kembali kemampuan dan pencapaian-pencapaian yang selama ini telah dilakukan oleh Senat Mahasiswa Fisip itu Sendiri untuk mempertegas dirinya sebagai lembaga yang mampu menciptkan dan mengasilkan Output-output yang mempuni dalam menjawab tantangan Zaman yang semakin kesini semakin Edan serta Mempertegas visi-misinya sebagai lembaga Kemahasiswaan.
Soe
Hok Gie dalam tulisannya pernah berkata bahwa “di Indonesia, hanya ada
dua pilihan. Yaitu menjadi idealis atau apatis”. Ketika mahasiswa saat
ini memilih tunduk kepada penguasa, saat itu juga dia menjadi seorang
apatis. Semakin mendekat ke kekuasaaan, malah akan mengaburkan antara
kepentingan rakyat dan kepentingan pribadi. Dengan iming-iming beberapa
lembar rupiah, gerakan mahasiswa bisa ditunggangi, sehingga dia ibarat
singa yang ompong. Idealisme dan militansi adalah sepasang kaki kiri dan
kanan yang tidak bisa berjalan sempurna jika salah satunya hilang. Maka
untuk menghilangkan pragmatisme yang begitu akut menyerang gerakan
mahasiswa, militansi dalam setiap jiwa pejuang mahasiswa harus terus
dikobarkan, bagi mahasiswa tidak ada kata sempurna terhadap sebuah
sistem, sistem tersebut harus terus dievaluasi dan diperbaiki secara
terus menerus. Tidak ada lagi sowan cium tangan terhadap penguasa,
seharusnya mereka yang tunduk kepada para mahasiswa yang merupakan
pengusung suara rakyat.
Sudah saatnya mahasiswa membunuh watak egoistik dan sektarianisme
sebagai usaha mewujudkan nalar solidaritas. Sudah saatnya mahasiswa
berbenah diri, merekonstruksi cara berfikir dan bertindak, memeras otak
dengan pengetahuan akademis, menggerus pemikiran dengan pergulatan
keilmuan, membentuk nalar kritis dengan objektif dan rasional. Sudah
saatnya menjadi diri mahasiswa yang berwatak professional. Dan yang
paling penting bisa memimpin dirinya sendiri untuk memimpin mahasiswa
atau orang lain. Semoga Bermanfaat. JAYALAH FISIP UNANDA, JAYALAH UNTUK KITA SEMUA..