Rabu, 07 Oktober 2015

TINJU OLAHRAGA POPULER FISIP

Tulisan ini hadir atas refleksi perkelahian antar angkatan FISIP 2 hari yang lalu (06/oktober/2015)

Bagi banyak orang, sepakbola dianggap sebagai olahraga rakyat. Coba saja disurvei, pasti mayoritas masyarakat Indonesia akan mengatakan demikian. Mengapa? Kemungkinan besar karena cuci otak lewat berbagai siaran langsung di televisi. Mungkin satu-satunya kata yang menyaingi keterkenalan Raffi Ahmad adalah sepakbola. Namun belakangan ini, selera sepak bola nasional mengalami penurunan drastis. Tak salah lagi, pemicunya adalah ketidak becusan PSSI dalam mengelola persepak bolaan Tanah Air, di tambah lagi konflik PSSI dengan Kemenpora semakin meruncing dan belum menemui titik temu. Bahkan FIFA selaku lembaga/organisasi yang menaungi sepak bola dunia belum mengambil sikap yang tegas terkait persepak bolaan Tanah Air, bahkan FIFA pun juga terserang Patologi Korupsi (untung di Indonesia tidak Begitu)

Jadi, jelas, sepakbola yang penuh kerja bersama dan koordinasi tidak akan mampu diterapkan di FISIP karena urusan koordinasi. Tidak nyambung, ya? Silakan disambung-sambungkan sendiri. Yang jelas para kaum lelaki mulai agak malas-malasan dengan olahraga yang satu ini. Padahal olahraga ini mampu meredam segala bentuk ekstriminitas yang kerap merasuki gejolak kaum muda. Atau dalam syair bang Rhoma di Gambarkan cukup gamblang melalui lagu Darah Muda. Darah Muda//Darahnya para remaja//Yang selalu merasa Gagah//Tak pernah mau mengalah//(silakan dilannjutkanlah sendiri).
Baik kita tinggalkan Sepak Bola dan Dangdut itu. Meski keduanya adalah media komunikasi paling pas mencairkan suasana serta ketegangan lintas entnis, angkatan, usia, bahkan agama. Family Gathering, yang belum sebulan lalu kita laksanakan sepertinya tak punya effeck dalam meretas kebusukan yang ada di tubuh FISIP. Kegiatan itu seolah menjadi gaya-gayaan. Bahkan konsensus yang telah disepakati bersama di lantai 2 kampus UNANDA serta RAPAT AKHIR PANITIA FAMILY GATHERING terciderai orang-orang telah menyepakatinya.
Ini lebih parah, lebih hina, lebih jorok, lebih busuk, bahkan lebih menjijikkan dari para rombongan kucing, atau tikus yang banyak mengais rezeki di malam hari di tempat sampah. Setahu penulis para rombongan diatas tak pernah menjilat kembali muntahan mereka. Tetapi kita yang mengklaim diri sebagai mahluk paling mulia dengan berkah akal fikiran dari sang pencipta justru menjilati muntahan kita sendiri. Bagi saya, olahraga yang paling pas untuk meningkatkan prestasi dan mengharumkan nama FISIP di kampus adalah TINJU. Olahraga yang kerap dikecam karena sarat kekerasan, bahkan bisa berujung kematian itulah yang paling pas untuk FISIP ini. Saya berikan alasan mengapa tinju tepat untuk FISIP.
 
Budaya gerombolan atau tawuran, rasanya makin marak. Dimeriahkan oleh televisi dan Youtube, dan bahkan telah merambah dunia pendidikan. Ironisnya, yang terlibat malah bangga karena terkenal. Budaya menindas orang lain karena jumlah massa, punya kuasa, solidaritas buta dan sebagainya, membuatnya menjadi marak. Budaya seperti ini harus dikembangkan, bahkan disebarvdi pelosok negeri. Karena kegiatan ini dasarnya adalah tinju, dengan prinsip dasar bahwa walau sendiri kita harus tetap berani. Dengan berlatih tinju sejak dini, anak-anak dilatih menjadi ksatria di dalam dan di luar ring. Memiliki ‘pegangan’ bela diri individual untuk kesehatan, melindungi orang lain, dan jiwa berkompetisi. Selain itu, mereka akan diberi pengertian, bahwa aturan kekerasan adalah aturan yang lebih mulia dari hukum rimba. Anjriiiittt, miriplah kalian sama artis peran utama di sinetron Ganteng-Ganteng Seringgila atau Serigala Terakhir bahkan ingin menyaingi aksi di film Crow Zero.
Tinju adalah olahraga individual yang sangat sarat pencapaian diri sendiri. Meski demikian, kegiatan ini dapat pula di lakukan secara berjamah di luar ring karena syarat latihan keras. Dan tentu sangat jauh dari cap JONES (Jomblo Ngenes) yang selalu sendiri.

Mungkin benarlah pepatah yang mengatakan bahwa malas membaca lebih baik menjadi petinju. Karena mengasah otak dengan membaca akan membuat kerja otak menjadi lebih berat, dan berdampak pada anjoknya harga jual otak di pasaran organ karena kelelahan atau masa kerja telah mengalami pelemahan. Terakhir, Siapa tahu dengan latihan tinju nasib mereka dan juga nasib FISIP bahkan negeri ini dapat berubah. Mari bertinju dan buktikan pada dunia bahwa sebenarnya kita mampu.

0 komentar:

Posting Komentar