Kamis, 14 Maret 2019

Sema Fisip Unanda Adakan Pelatihan Jurnalistik




Palopo- Kamis, 14/03/2019 Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andi Djemma Palopo (SEMA FISIP UNANDA) menggelar kegiatan Pelatihan Jurnalistik di Aula Kampus 1 lantai 2 Universitas Andi Djemma.

Pelatihan Jurnalistik ini diberi tema “Mengembangkan Jiwa Mahasiswa yang Kreatif, Inovatif dan Terampil Dalam Bidang Jurnalis”. Ketua Sema Fisip, Evayanti mengatakan bahwa “Tujuan di adakan kegiatan Pelatihan Jurnalis ini adalah guna memberikan motivasi dan wawasan dalam hal kejurnalistikan, sehingga diharapkan mahasiswa dapat menuangkan ide kreatif kedalam  tulisan”.

Kegiatan ini diikuti puluhan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, sebenarnya kegiatan ini hanya di perkhususkan untuk mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, hanya saja ada beberapa mahasiswa dari Fakultas lain yang ingin mengikuti latihan ini, jadi Panitia pelaksana kegiatan ini mengizinkan pengikut sertaan Mahasiswa dari Fakultas lain.

Kegiatan ini diselenggarakan guna menambah pengetahuan yang tidak didapatkan di pendidikan formal kampus namun itu didapatkan pada kegiatan Pelatihan Jurnalis ini . Tujuan dari pada diselenggarakannya kegiatan ini adalah untuk memberi wawasan mengenai kejurnalistikkan kepada mahasiswa.


“Saya kira kegiatan Pelatihan Jurnalis ini patut untuk kita apresiasi untuk Pengurus Senat, karena hal ini merupakan hal-hal yang bernilai positif bagi Himpunan serta Mahasiswa maupun bagi Fakultas”. Ucap Ibu Darma selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Pada kesempatan lain Wakil Rektor III Universitas Andi Djemma Palopo sangat mengapresiasi panitia yang menyelenggarakan kegiatan ini karena sangat bermanfaat bagi mahasiswa, “Pelatihan Jurnalistik ini sangat dibutuhkan,karena perkembangan tekhnologi ini dibutuhkan jurnalistik yang mumpuni untuk mengembangkan namanya inovasi-inovasi”. Ucap Wakil Rektor III









Demokrasi dan Arogansi Kampus




Cobalah anda mengetik kata skorsing atau drop out di mesin pencari anda, maka akan muncul banyak berita tentang mahasiswa yang terkena drop out maupun skorsing dari kampusnya.

Jika melihat data yang dikeluarkan oleh Kemenristekdikti dalam buku statistik pendidikan tinggi tahun 
2016 hingga 2018 memperlihatkan ada 195. 176 mahasiswa dari berbagai kampus swasta maupun negeri yang terkena DO maupun SKORSING.

Salah satu penyebab Skorsing atau Drop out  yang menimpa mahasiswa yakni melakukan kritik atas kebijakan kampusnya.

Kampus yang sedianya menjadi ruang demokratis menjadi wilayah pembangunan karakter dan moralitas manusia justru jauh dari harapan, para elite birokrasi kampus seketika mengubah wajah pendidikan menjadi antagonis dan arogan, kritik dibungkam dengan senjata DO dan skorsing.

Kampus dengan pejabat-pejabatnya menjadi bangunan angkuh yang anti kritik dan menjadi pelaku penindas disamping pelaku komersialisasi.

Kritik-kritik yang dilakukan mahasiswa bukannya disambut dengan perbaikan justru dijawab dengan represif oleh kampus.

Kasus yang paling anyar adalah kasus yang baru - baru ini menimpah beberapa mahasiswa di fakultas ekonomi UNIVERSITAS ANDI DJEMMA PALOPO.

Mereka  diskorsing karena kerap melakukan advokasi serta melakukan kritik terhadap kampus. 

Mengapa kampus begitu mudah melakukan DO atau skorsing sebab tidak adanya perlindungan hukum bagi mahasiswa.

pemberian sanksi berupa skorsing bagi mahasiswa menjadi otonomi sepenuhnya dikuasai kampus.

Disisi lain Undang-Undang no 12 Tahun 
2012 tentang Pendidikan Tinggi tidak mengatur masalah DO atau skorsing mahasiswa

Sedangkan pada Permenristekdikti no. 44 tahun 
2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi hanya mengatur batas masa studi.

Otonomi yang dimiliki kampus menjadikan kampus memiliki kuasa untuk menentukan nasib mahasiswanya.

Kampus mendapat otonomi tidak hanya otonomi keilmuan namun juga otonomi untuk mengatur mahasiswa dan dosen sesuai yang diinginkan kampus.

Pemangku kebijakan Kampus menjadi hakim, jaksa, sekaligus algojo dalam melaksanakan kebijakannya. Kalau kita ambil contoh, Kasus skorsing yang menimpa mahasiswa fakultas ekonomi UNANDA pada januari 
2019, diberikan secara sewenang-wenang tanpa ada kesempatan untuk membela diri.

Kampus menjadi penentu mana yang benar atau salah, kritik dianggap dosa dan pelakunya adalah lalat pengganggu yang harus cepat-cepat dipukul.

Tentu fenomena tersebut adalah suatu hal yang merampas HAK mereka sebagai warga negara dalam mendapatkan pendidikan. Apalagi jika alasannya hanya persoalan melakukan kritik.

Bukannya kita hidup dalam negara yang menjunjung nilai demokrasi..? Lalu mengapa masih ada algojo - algojo yg menggunakan kekuasan untuk membrangus demokrasi itu sendiri. ( tepok jidat )

Bukankah tujuan dalam pembukaan (preambule) konstitusi kita ini telah menjabarkan bahwa setiap individu warga negara Indonesia dapat menempuh pendidikan hingga tuntas.

Keputusan skorsing yang hanya membutuhkan persetujuan dari pihak pejabat kampus dengan alasan “melanggar peraturan kampus” tentu adalah suatu perspektif yang mengandung prinsif otoritarian.

Mahasiswa sebagai stakeholder kampus dan pemeran utama dalam pendidikan di geser kedudukannya menjadi objek yang bisa dilempar sana-sini.

Ketiadaan sistem yang demokratis dan melibatkan mahasiswa dalam pengambilan keputusan di kampus menjadikan mahasiswa hanya sebagai robot dengan papan kendali di tangan pejabat kampus.

patuh atau punah adalah kepastian, Kampus yang menjunjung pemikiran kritis dan terbuka tidak berlaku ketika berhadapan dengan pejabat kampus.

skorsing menjadikan mahasiswa tercerabut haknya atas pendidikan. Padahal memastikan setiap warga negara mendapat pendidikan adalah amanat konstitusi.

Mengahiri tulisan ini, penulis ingin mengutip kata AHMAD SYAFI'I MA'RIF
( agar kita tidak berkabung menghadapi kondisi umat yang masih tertatih - tatih ini, mari kita optimis dan percaya bahwa matahari akan tetap bersinar dalam waktu lama. Siapa tahu generasi mendatang akan lebih baik dan unggul dalam hal moral, intelektual dan amal di bandingkan kita ) maka sebaiknya jangan ada skorsing wahahai ibu / bapak yang terhormat.

BY : A Z L ( Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Semester II Universitas Andi Djemma Palopo )